WISATA
RELIGI DESA ONJE
Disusun untuk memenuhi
tugas
Mata kuliah Sejarah
Pariwisata
Pengampu :
Dr.
Sugeng Priyadi, M. Hum.
Oleh :
Restu
Ikhtian Prayogo (1301020017)
Program Studi Pendidikan
Sejarah
Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan
Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
November 2015
WISATA
RELIGI DESA ONJE
Desa
Onje merupakan desa yang berada di Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.
Sebagai desa yang termasuk desa tua, sudah barang tentu mempunyai Babad atau
sejarah tersendiri. Sejarah adalah suatu pengetahuan tentang peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat manusia pada waktu yang lampau sesuai dengan rangkaian
kualitasnya, serta proses perkembangannya dalam segala aspeknya yang berguna
sebagai pengalaman untuk dijadikan pedoman kehidupan manusia pada masa sekarang
serta arah cita-cita pada masa yang akan datang. Sebagai bukti hasil cipta,
rasa dan karsa nenek moyang, maka sejarah sangat perlu dipelajari, diteliti dan
dikaji untuk mendapatkan suatu bentuk tulisan yang bermanfaat bagi generasi
sekarang dan yang akan datang. Disamping
istilah sejarah juga ada istilah babad yang berasal dari bahasa Jawa. Kata
babad berarti geschiekundig verhaal atau cerita sejarah. Karya sastra babad di
Jawa diperkirakan mulai berkembang selambat-lambatnya pada akhir abad 17. Babad
Onje sendiri merupakan cikal bakal Babad Purbalingga.
Penulis
mencoba untuk menggali sejarah serta babad yang berkembang di masyarakat Desa
Onje. Namun dari pengertian sejarah dan babad yang dikemukakan diatas maka
penulis masih mengalami kendala karena dalam naskah babad yang ada. Belum
ditemukan waktu atau masa terjadinya peristiwa yang terjadi pada masa lampau di
Desa Onje. Hanya menyebutkan kekuasaan raja-raja, mulai dari Sultan Panjang,
sampai dengan Kerajaan Mataram zaman Sri Susuhan Pakubuana. Maka penulis ini
merupakan kombinasi dari pengertian sejarah. Babad dan cerita yang berkembang
di masyarakat dari masa ke masa, dan didukung dengan adanya fakta
peninggalan-peninggalan sejarah pada masa lampau. Sebelum mengenal sejarah atau
babad Onje terlebih dahulu penulis mengajak untuk mengenal lebih dalam Desa
Onje, meskipun hanya sekilas tetapi dapat memberikan sebuah gambaran secara
umum tentang Desa Onje.
1.
Letak
Desa Onje
Desa
Onje merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Mrebet, Kabupaten
Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah. Terletak di sebelah utara Kabupaten
Purbalingga yang memiliki luas wilayah 383.410 Ha, dengan batas-batasnya
sebagai berikut :
Utara : Desa Kradenan dan Desa Tangkisan
Timur : Desa Sindang
Selatan : Desa Karangturi dan Desa Banjaran
Barat
: Desa Selaganggeng dan Desa
Mangunegara.
Letaknya
sendiri sangat strategis dengan jalur lalu lintas arah kota Purbalingga–Bobotsari
atau sebaliknya, dan kadang-kadang digunakan sebagai jalur alternative ketika
di jalan raya Purbalingga–Bobotsari terjadi sesuatu yang menghambat lalu
lintas. Apabila kita berada di depan Pendopo Puspa Jaga Desa Onje, pada saat
pagi maupun sore ketika udara cerah dan bersahabat maka akan melihat suatu
pemandangan yang mempesona. Sebelah barat terlihat menjulang tinggi Gunung
Slamet, sementara ke utara terlihat pegunungan yang berwarna biru, ke timur
terlihat perbukitan yang hijau, sementara lalulalang kendaraan dan para kaum
tani pergi ke tempat kerja dan aktifitas lainnya. Wilayah Desa Onje juga
terbelah dengan beberapa sungai yang penuh dengan aliran air dan riuh suara
riak bersautan dan “kedung-kedung” yang artinya tenang. Nama sungai-sungai
tersebut adalah Sungai Soso, Sungai Klawing, Sungai Paingen, Sungai Tlahab dan
sungai Tahunan.
1.
Pembagian
wilayah
Desa
Onje terdiri dari 4 dusun, 18 RT dan 8 RW. Satu Dusun terletak di Sebelah Timur
Sungai Klawing. Tiga dusun lainnya terletak di tengah-tengah yang dikelilingi
oleh Sungai Soso, Sungai Klawing, Sungai Paingen, Sungai Tlahab dan Sungai
Tahunan. Blok atau istilah masyarakat Desa Onje menyebutkan dengan kolam
Banawati yang berada di Selatan sungai-sungai Paingen berbatasan dengan Desa
Karangturi sedangkan Kuthabangsa berada di sebelah Utara sungai Soso yang
berbatasan dengan Desa Kradenan dan Tangkisan.
2.
Kegiatan
Pemerintahan dan Pembangunan
Masyarakat
Desa Onje dapat dikatakan masyarakat yang dinamis. Dengan sumber daya yang ada
mereka dapat menjalani kehidupan yang relative layak. Meskipun sebagian
penduduknya ada di perantauan tetapi keikutsertaan dalam bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan sangat antusias. Hal ini dapat dilihat dengan
keikutsertaan masyarakat dalam musyawarah-musyawarah desa, swadaya masyarakat
dan rasa kebersamaan dalam kegiatan social kemasyarakatan.
Pemerintah
dapat berjalan dengan lancar dan harmonis, pelayanan kepada masyarakat pun
baik. Hal tersebut dapat terlaksana berkat salah satunya dari kepemimpinan
Kepala Desa Onje Bangun Irianto, S.Pd dan kerjasama antar lembaga desa serta
dukungan masyarakat yang baik. Salah satu hasil pembangunan yang sangat
monumental, yaitu berupa bangunan pendopo yang diberi nama Pendopo Puspa Jaga.
Pembangunan pendopo ini dimulai pada hari Jum’at Kliwon pada tanggal 06 Juni
2008, dan diresmikan oleh Bupati Purbalingga
Drs. Triyono Budi Sasongko M.Si pada hari Kamis Wage pada tanggal 25
Februari 2010. Nama pendopo ini sangat berkaitan dengan sejarah atau babad Onje
yang akan disajikan pada penulisan sebagai berikut.
A.
Kisah
Ki Tepus Rumput
1.
Sayembara
Kerajaan Pajang
Ki Tepus Rumput, tokoh inilah yang
mengawali cerita Babad Onje bahkan ada kaitan erat dengan riwayat berdirinya
Purbalingga. Beliau merupakan tokoh sentral keberadaan Kadipaten Onje pada masa
lampau. Diceritakan ketika itu disuatu tempat masih dalam keadaan alas (hutan)
gung liwang-liwung. Tempat tersebut berada di sebelah timur gunung Slamet.
Dialah petualang yang berasal dari Bang Kulon (Wilayah Barat). Nama sang
petualang itu Ki Tepus Rumput. Dalam perjalanannya Ki Tepus Rumput singgah di
suatu tempat. Duduk diatas sebuah batu dan bersandar pada pohon jati sambil
beristirahat. Ternyata pohon jati yang digunakan untuk bersandar Ki Tepus
Rumput berbau wangi. Tempat peristirahatan itu sekarang dikenal dengan nama Jati
Wangi. Kemudian mendengar suara kokok ayam jantan dari arah tenggara. Dengan
mendengar kokok ayam jantan tersebut Ki Tepus Rumput menduga ada manusia lain
yang mungkin sudah mendiami wilayah ini.
Ki
Tepus Rumput mencari tempat asal suara kokok ayam, ternyata ada sebuah
padepokan yang dihuni oleh Ki Onje Bukut. Disekeliling padepokan itu ditumbuhi
banyak pohon burus. Ki Tepus Rumput juga ditemui oleh sosok manusia, yang
bernama Ki Kantha Raga. Dalam pertemuannya itu Ki Tepus Rumput disuruh bertapa
di wetan gunung gede (Gunung Slamet) yang bernama Bukit Tukung. Ternyata Ki
Kantarga setelah memberikan wejangan dan perintah kemudian menghilang. Karena
tempat pertemuan antara Ki Tepus Rumput, Ki Onje Bukut dan Ki Kantharaga banyak
ditumbuhi pohon burus maka tempat itu dinamakan Onje (bunga/kembang pohon
burus).
Ki Kantarara dan sebuah Batu Arca
Petualangan
Ki Tepus Rumput sekaligus merupakan suatu perjalanan ritual berupa bertapa
tersebut mendapatkan suatu wisik (ilham) agar mengikuti suatu sayembara yang
diselenggarakan oleh Sultan Pajang. Sayembara tersebut dilaksanakan karena
cincin milik Sultan Panjang yaitu Socaludira yang hilang. Cincin tersebut masuk
ke jumbling (jamban), dan belum ada yang dapat menemukannya. Isi sayembara
tersebut, bahwa barang siapa yang dapat menemukan Cincin Pajang maka apabila
seorang laki-laki dihadiahi Garwa Selir Sultan yaitu Putri Adipati Menoreh yang
bernama Kencana Wungu, serta sebidang tanah.
2.
Adipati
Ore-Ore
Disebutkan
dalam buku babad Onje bahwa dalam
mengikuti sayembara di keraton Pajang Ki Tepus Rumput berhasil menemukan Cincin
Socaludira milik Sultan Hadiwijaya, maka ditepatilah janji Sultan Hadiwijaya
bahwa kalau yang menemukan seorang laki-laki maka akan diberi hadiah garwa
selir. Yaitu seorang putrid yang berasal dari Menoreh anak dari Adipati
Manoreh. Maka sang Sultan pun memberikan hadiah tersebut dengan disertai
pemberian lainnya yaitu berupa tanah seluas 200 grumbul dan diberi julukan atau
Sinebut Ing Ngaluhur, Kiyai Ageng Ore-Ore. Sultan Hadiwijaya berpesan bahwa
sang putri jangan sekali-kali digauli. Dalam naskah Babad Onje dituliskan: “ingkang
abdi sami boten saguh mendhet, among Kyai Ki Tepus Rumput ingkang saged mendhet.
Lajeng dipunpaikani dinamelan sumur ing sandhingipun, nunten kepanggih kagungan
dalem supe, lajeng kapundhut kalih Kanjeng Sultan Pajang, dhawuhe Kanjeng
Sultan “ingsun ora wani-wani, sapa kang anemokaken manira paring bojo ingsun
bocah Desa asal Manoreh, Putrane Kyai Dipati Manoreh, iya rawatana , ananing
iya wus meteng olih kapat tengah, iya iku poma-poma aja kowe tumpangi”.
Dari
uraian diatas menjelaskan bahwa Kadipaten Onje berhubungan erat dengan kerajaan
Pajang. Kerajaan Pajang merupakan kerajaan Islam yang berdiri dari tahun 1568 M
didirikan oleh Jaka Tingkir yang mempunyai nama lain Mas Karebet Putra Ki Ageng
Pengging atau Kebo Kenongo, kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya. Kedudukannya
sebagai Raja Pajang disahkan oleh Sunan Giri. Tidak ataupun belum ada yang menyebutkan tahun berapa
secara pasti Kerajaan Pajang mengadakan sayembara yang dimenangkan oleh Ki
Tepus Rumput. Setelah mengikuti sayembara dan berhasil mendapatkan hadiah dari
Sultan Hadiwijaya, Ki Tepus Rumput kemudian kembali kea rah barat, yaitu ke
dhusun Truka Onje dengan disertai pengawal atau pendherek. Diceritakan oleh
Sanurji ada tiga orang pengawal yaitu : Puspa Jaga, Puspa Kanthi, Puspa Raga.
Penuturan
dari M. Maksudi ada empat orang pengawal, tiga tersebut diatas dan ditambah
satu orang bernama Puspa Dipa. Dengan demikian maka Ki Tepus Rumput menjadi
Adipati I di Kadipaten Onje, yang berjulukan atau nama lain Kyai Adipati
Ore-Ore. Bahwa sebagai pusat kadipaten berada di sebelah timur Sungai Klawing.
Tibalah
pada saat anak yang dikandung Putri Manoreh lahir, dan ternyata lahir bayi
laki-laki. Ki Tepus Rumput memberitahukan kepada Sultan Pajang, Sultan Pajang
bersabda, “ya kaulah yang merawat anak itu baik-baik, besok jika anak itu sudah
mampu melayamkan tombak bawalah kemari”.
Maka
setelah tiba pada waktunya dipersembahkanlah anak itu ke Keraton Pajang.
Kemudian Sultan Hadiwijaya memberi nama atau gelar Kyai Adipati Anyakrapati ing
Onje, dengan ditandai upacara bupati serta diberi tanah seluas 875 grumbul.
Selain itu juga diberi sentana kamisepuh atau pengikut kaum kepala desa
sebanyak tujuh keluarga supaya menjadi pembantu di Onje.
Ki
Tepus Rumput telah berhasil mengasuh putra Sultan Pajang bahkan menjadi Adipati
I di Onje yang kemudian kekuasaannya diteruskan oleh putra Sultan Pajang.
Setelah menata pemerintahan dan dirasa sang putra Sultan sudah mampu menjadi
Adipati yang mumpuni, maka Ki Tepus Rumput melanjutkan petualangannya menuju
kea rah timur Kadipaten Onje. Dan berakhirlah menjadi Adipati I di Kadipaten
Onje, digantikan oleh Kiyai Adipati Anyakrapati.
3.
Adipati
Anyakrapati
A. Kisah Hidup
Dikisahkan
bahwa Kadipaten Onje dibawah pemerintahan Adipati Anyakrapati menjadi Kadipaten
yang cukup besar atau luas wilayah kekuasannya. Dari tahun berdirinya Kerajaan
Pajang, maka dapat diperkirakan bahwa Kadipaten Onje dibawah pimpinan Adipati Ore-Ore
mulai sekitar tahun 1570 M dan dilanjutkan lagi pada sekitar tahun 1590 M oleh
Kyai Adipati Anyakrapati. Yang menguasai wilayah meliputi Pandhomasan Timbang,
Purbasari 100 grumbul, Bobotsari-Kertanegara 100 grumbul, kadipaten 100
grumbul, Kontawijayan 100 grumbul, Bodhas Mertasanan Mertamenggalan 100
grumbul, Toyareka 100 grumbul, Selanga Kalikajar 70 grumbul dan Onje 200
grumbul.
Adipati
Anyakrapati memperistri putri dari Adipati Cipaku yang bernama Dewi Pakuwati,
diceritakan, bahwa dari Dewi Pakuwati
inilah Adipati Onje II mempunyai dua orang putra yaitu, Raden Mangunjaya
dan Raden Cakrakusuma. Kemudian memperistri lagi seorang putrid dari Pasir
Luhur. Diceritakan pula bahwa Adipati Onje II juga memperistri Putri Adipati
Arenan atau Nyai Pingen atau Paingan.
Hal ini berpengaruh terhadap topografi local karena nama itu dipakai juga untuk
nama sebuah sungai yang mengalir di sebelah selatan Desa Onje sekarang.
Narasumber menuturkan bahwa dari Putri Adipati Arenan menurunkan dua orang
putra yang bernama Wangsantaka dan Arsantaka. Arsantaka inilah yang disebut
oleh narasumber sebagai leluhur yang menurunkan para Adipati atau Bupati
Purbalingga disebut juga sebagai cikal bakal Bupati Purbalingga.
Dari
pernikahan Adipati Onje II dengan Kelingawati menurunkan seorang putri
bernama Kuning Wati. Ketika sudah dewasa
Kuning Wati dinikahi dengan seorang ulama yang berasal dari daerah Cirebon,
yang bernama Ngabdullah Syarif. Setelah menjadi Pengulu Kadipaten Onje lebih
dikenal dengan nama Sayyid Kuning. Mengenai tokoh Sayyid Kuning narasumber
menuturkan bahwa beliau berasal atau keturunan bangsa Arab, yang mengelana
menyebarkan ajaran islam di tanah Jawa bagian barat. Diceritakan juga bahwa
Ngabdullah Syarif masih kerabat dekat dengan Syarif Hidayatullah. Salah satu
dari Sembilan Wali Sanga. Selain sebagai penghulu, Sayyid Kuning sekaligus
menjadi Imam Masjid Onje, mengenai keberadaan Masjid Onje penulis menuturkan
dalam bab selanjutnya.
Pada
tahun 1582 M Sultan Pajang meninggal dunia, dan terjadi pergolakan di Kerajaan
Pajang. Perebutan kekuasaan antara putra mahkota pajang Pangeran Benowo dengan
Arya Penggiri Adipati Demak. Pangeran Benowo dapat disingkirkan oleh Arya
Penggiri. Kemudian Pangeran Benowo mendapat bantuan dari Sutawijaya yang
berasal dari Mataram. Akhirnya Arya Penggiri disingkirkan lagi oleh Pangeran
Benowo dan Sutawijaya. Arya Penggiri diperintahkan kembali lagi menjadi Adipati
Demak. Pangeran Benowo merasa tidak sanggup menjadi raja dan menyerahkan
kekuasaannya kepada Sutawijaya. Kemudian pusat pemerintahan dipindahkan ke
Mataram dengan demikian berakhirlah kekuasaan Kerajaan Pajang. Keadaan seperti
itu sangat berpengaruh terhadap wilayah-wilayah kadipaten yang berada di bawah
kekuasaan kerajaan pajang, tidak terkecuali Kadipaten Onje. Terlebih setelah
terjadi pergolakan di Mataram yang diakhiri dengan perjanjian Giyanti pada
tahun 1755 M. perjanjian tersebut membagi wilayah Mataram menjadi dua kerajaan
yaitu Surakarta Hadiningrat dan Ngayogjokarta Hadiningrat. Kadipaten Onje
menjadi dibawah kekuasaan Kerajaan Surakarta.
3.
Akhir
Kadipaten Onje
Para
narasumber dan naskah babad yang ada, belum atau tidak ada yang menyebutkan
siapa yang menjadi pengganti Adipati Anyakrapati pada waktu Kadipaten Onje
dibawah kekuasaan Kerajaan Surakarta. Hanya disebutkan bahwa pada waktu
kekuasaan raja Paku Buwana I Kadipaten Onje silep atau berakhir. Kemudian
Kadipaten Onje dijadikan Bumi Perdikan. Setelah berakhirnya Kadipaten Onje maka
yang ada hanya kekuasaan Kyai Ngabehi Dhenok di Pamerden pada era Susuhan
Pakubuana I sekitar tahun 1749. Atas kehendak Kyai Ngabehi Dhenok maka Ki
Pangulu Onje diberi kekuasaan perdikan dan diberi wilayah 3 grumbul (dusun),
yaitu Tuwanwisa, Pesawahan (sekarang masuk Desa Karangturi, Kecamatan Mrebet)
dan Onje. Selain itu Ki Pangulu Onje dipercaya untuk merawat pepunden atau
makam para leluhur dan mendirikan Jumngah (Sholat Jum’at). Kemudian diberi nama
Kyai Ngabdullah Ing Onje. Kyai Ngabehi Dhenok meninggal dunia, kekuasaan diberikan
kepada Kiyai Ngabehi Gabug sekitar tahun 1752-1755, setelah itu digantikan lagi
oleh Kyai Cakrayuda. Kiyai Cakrayuda ini
berasal dari Toyamas (Banyumas).
Kemudian
perdikan Onje dibawah kekuasaan Kiyai Ngabehi Dipayuda merupakan putra dari
Wangsantaka putra Adipati Onje II, yang juga demang di Pagendolan sewaktu masa
Kadipaten Onje dibawah kekuasaan Adipati Anyakrapati. Wangsantaka juga
mempunyai saudara laki-laki yang bernama Arsantaka. Karena terjadi pergolakan
di Mataram yang berpengaruh pada pemerintahan Kadipaten Onje maka Arsantaka
pergi mengelana ke daerah timur Kadipaten Onje. Pada waktu kekuasaan Ngabehi
Dipayuda, bumi perdikan Onje tetap diteruskan kekuasaanya tetapi dikurangi dua
grumbul yaitu, Pesawahan dan Tuwanwisa. Maka tinggal Onje, dan dikurangi lagi
tinggal Onje Pakauman saja. Tidak dijelaskan tahun berapa
pengurangan-pengurangan bumi perdikan Onje. Hanya disebutkan dalam naskah Babad
Onje bahwa para pada tahun sadasa (sepuluh) dibedhal (dibelah menjadi) sabin
elong sewu.
4.
Onje
Masa Kademangan
Pada
masa ini bumi perdikan Onje makin berkurang. Karena daerah kekuasaan penjajah
(Belanda) makin luas dan pengaruhnya pun semakin kuat. Wilayah-wilayah bekas
kekuasaan Kadipaten Onje menjadi jajahan Belanda.Setelah munculnya Kabupaten
Purbalingga yang masih berkaitan dengan Kadipaten Onje, bumi perdikan Onje
menjadi wilayah kekuasaannya dipegang oleh Demang. Ada dua kademangan yang ada
di Onje yaitu Kademangan Kauman dengan nama demangnya Dul Gana, dan kademangan
Blimbing dengan nama demangnya Yudabangsa.
5.
Onje
Menjadi Desa
Berdasarkan
proyek keterangan Manuskrip Surakarta “SASONO POESTOKO”, tertanggal 31 Oktober
1991. Kabupaten Purbalingga berdiri pada tanggal 23 Juli 1759 M. Sedangkan
secara resmi Hindia Belanda menguasai Purbalingga pada tahun 1830. Pada tanggal
18 Desember 1830 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah bahwa
Karisidenan Banyumas dibagi menjadi empat kabupaten yaitu, Banyumas, Adji
Barang, Dayeuh Luhur, dan Poerbalingga. Maka sejak saat itu Kabupaten
Purbalingga secara resmi menjadi kabupaten tersendiri terpisah dari Banyumas.
Sampai sekarang tanggal tersebut diperingati sebagai hari jadi Kabupaten
Purbalingga. Dapat diartikan bahwa Kabupaten Purbalingga merupakan produk dari
penjajahan Hindia Belanda. Pada waktu penjajahan Belanda benar-benar menguasai
Kabupaten Purbalingga Kademangan yang ada di Onje bergabung menjadi sebuah
desa. Maka disebutlah Desa Onje. Dengan demikian segala yang berhubungan dengan
pemerintahan harus tunduk kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Dari
Kademangan dirubah menjadi desa maka wilayahnya makin sempit, sedangkan para
penguasa yang tidak setuju dengan hal-hal yang berhubungan dengan Pemerintahan
Hindia Belanda pergi keluar dari Onje dan berganti nama, untuk penyamaran.
Inilah bentuk perlawanan para leluhur Onje yang menentang penjajahan ditanah
airnya. Diceritakan salah satu tokohnya adalah Wangsantaka, lain dengan saudara
laki-lakinya yang bernama Arsantaka. Beliau pergi dari Kadipaten Onje dan
kemudian mempunyai keturunan yang menjadi penguasa atau Bupati Purbalingga. Pada
tahun 1928 pada peristiwa Perang Diponegoro para penguasa Onje keturunan
Adipati Onje II banyak yang berpihak pada Pangeran Diponegoro, dan salah
satunya tokoh yang terkenal yaitu Singayuda. Diceritakan bahwa beliau adalah
keturunan Adipati Onje II (Adipati Anyakrapati). Dari cerita ini maka tidaklah
berlebihan bahwa rasa patriotism orang Onje memang sangat besar yaitu
mempertahankan bumi tumpah darahnya dari pencaplokan para penjajah. Penguasa
Purbalingga pada waktu itu cenderung berpihak kepada pemerintah Hindia Belanda
sedangkan Wangsantaka dan keturunannya yang memiliki rasa patriotism tinggi
mempertahankan dan membela tanah airnya dari kangkungan penjajah. Tokoh-tokoh
yang memiliki unsure-unsur heroisme.
Pada
masa penjajahan Hindia Belanda, Onje yang sudah menjadi desa dipimpin oleh
seorang lurah, berikut nama-nama lurah yang penulis peroleh dari para
narasumber yaitu:
1. Nur
Ahmad, memerintah sampai Mangunegara.
2. Majalani.
3. Tirtadirana,
memerintah sampai wilayah Tangkisan.
4. Arsantaka,
dikenal dengan nama lurah popo.
5. Mertabesari
6. Martadiwirya.
7. Arsareja,
memerintah dari tahun 1922-1945.
Pada
masa penjajahan Jepang desa Onje pun dalam kekuasaan Kabupaten Purbalingga.
setelah Republik Indonesia berdiri pada tahun 1945, Desa Onje tetap dibawah
kekuasaan Kabupaten Purbalingga sampai sekarang. Lurah atau Kepala Desa Onje
dan masa jabatanya setelah Republik Indonesia berdiri adalah sebagai berikut:
1. Martosupono,
tahun 1945-1975.
2. S.
Warnoto (pejabat sementara) tahun 1975-1980.
3. Supono
Adi Warsito, 1981-1989 dan pejabat diisi pegawai Kecamatan Mrebet, 1989-1990.
4. Suwarso,
1990-1998.
5. Bangun
Irianto, 1998-2006, 2006-sekarang.
6.
Petilasan
Kadipaten Onje
1.
Jati
Wangi
Petilasan
ini sekarang masuk wilayah Dusun III, tepatnya di RT 001 RW 005. Tempat ini
merupakan tempat peristirahatan Ki Tepus Rumput. Bersandar pada pohon jati yang
berbau wangi, sehingga tempat ini dikenal dengan nama Jati Wangi. Sekarang
menjadi tempat Pemakaman Umum. Namun masih Nampak sekali sebagai petilasan.
Diceritakan bahwa pohon jati yang berbau wangi ini ditebang dan kayunya
digunakan sebagian untuk saka (tiang) Masjid Onje dan sebagian untuk saka guru
Pendopo Kabupaten Banyumas.
2.
Batu
Arca
Betempat
disebelah timur rumah Kepala Desa Onje, Bangun Irianto S.Pd, melihat wujud arca
tersebut sudah berusia ratusan tahun. Tentang kisah yang berkembang mengenai
arca tersebut memang ada beberapa versi, ada yang menyebutkan arca tersebut
sebagai peninggalan zaman pra sejarah kemudian versi yang lainnya menuturkan
arca tersebut merupakan gambaran Ki Kantha Raga, sosok manusia yang menemui Ki
Tepus Rumput pada waktu bertapa yang digambarkan pada sebuah batu.
3.
Kedung
Pertelu
Kedung
pertelu merupakan tempat pertapaan Ki Tepus Rumput. Ditempat inilah mendapatkan
petunjukuntuk mengikuti sayembara di Keraton Pajang, terletak di Dusun IV,
dipinggir sungai yang dikenal dengan nama Kali Onje. Petilasan ini berupa batu
cadas yang terdapat gambar yang digoreskan Nampak seperti sepatu kuda atau tlepak
njaran.
4.
Pohon
Blimbing
Terletak
di wilayah Dusun II, tepatnya RT 001 RW 003. Pohon ini merupakan pohon blimbing
tertua di Onje, bahkan mungkin di wilayah Kabupaten Purbalingga. belum
diketahui secara pasti berapa tahun pohon tersebut, sebab menurut narasumber
dan orang-orang tertua di Desa Onje Blimbing tahu-tahu sudah sebesar itu.
Diceritakan bahwa disekitar pohon blimbing inilah diperkirakan tempat atau
lokasi Pendopo Adipati Onje II berada.
5.
Tuk
Domas
Tuk
merupakan sumber mata air. Diceritakan bahwa di tempat yang diguanakan sebagai
tempat mandiatau siram para istri/garwa Adipati Onje, terletak dipinggir sungai
Paingen, kondisinya kurang terawat karena jarang digunakan. Air tuk di Domas
ini dipercaya oleh sebagian orang memiliki khasiat, maka tidak mengherankan
kalau ada orang yang mandi dan berwudhu di tempat itu.
6.
Makam
Medang
Makam
ini terletak di ilayah Dusun 1, tepatnya dipinggir jalan utama Desa Onje. Lebih
tepatnya lagi dapat terlihat apabila akan memasuki Desa Onje dari arah selatan,
maka akan menjumpai dua makam, makam yang pertama adalah Makam Adipati Onje II
dan setelah melewati jembatan sungai Paingan akan menjumpai makam Medang.
Diceritakan bahwa makam ini adalah makam istri Adipati Anyakrapati. Ada dua
makam yang berdampingan, keduannya adalah istri Adipati yang berasal dari
Kadipaten Cipaku dan Kadipaten Pasir Luhur. Pada waktu kadipaten Onje masih
berdiri tempat ini merupakan dapur dari pendopo atau rumah Adipati Onje II.
7.
Pesarean
Ditempat
inilah Adipati Onje II dimakamkan. Selain makam Adipati Onje II juga terdapat
makam tokoh-tokoh lain. Makam ini terpisah dari makam-makam lainnya. Dibatasi
dengan benteng batu (kandang sengker) dan terdapat pintu masuk disebelah selatan.
Ditumbuhi pohon-pohon besar yang usiannya sudah tua. Letaknya secara
kewilayahan sekarang masuk Pesawahan Desa Karangturi. Dismaping makam Adipati
Onje II juga dibagian luar makam dijadikan tempat pemakaman umum Desa Onje dan
Desa Karangturi khususnya grumbul Pesawahan, apabila akan memasuki makam
Adipati Onje II kita akan menaiki undhak-undhakan atau tangga karena tempatnya
dibagian atas.
8.
Jojok
Telu
Jojok
Telu banyak yang menyebutnya kedung pertelu, tempat ini merupakan pertemuan
tiga sungai yaitu, Sungai Paku, Sungai Paingan, dan Sungai Tlahab. Diceritakan
bahwa tempat ini merupakan tempat pertemuan para wali, sebelum membangun masjid
Onje. Kemudian apabila kita naik sedikit dari tepi kedung akan menjumpai situs pra sejarah berupa Batu
Dakon. Diceritakan pula bahwa Dakon atau yang sering disebut Watu Lumpang
merupakan peninggalan dukun bayi semasa Kadipaten Onje II, dan nama lumping
juga dipakai sebagai nama makam yang berada di sebelahnya. Jojok telu inilah
yang sering dikunjungi banyak orang pada waktu-waktu tertentu karena menurut
kepercayaan sebagian pengunjung apabila mandi ditempat itu akan mendapatkan
berkah dan dimudahkan dalam urusannya. Ada yang datang hanya sekedar ingin
melihat tempat yang dibilang langka itu.
9.
Makam
Nagasari
Merupakan
tempat pemakaman Mbah Ngabdullah Syarif (Sayyid Kuning) atau dikenal Mbah
Sayyid Kuning. Tempat inipun sering didatangi oleh banyak orang. Dengan maksud
ziarah dan berdoa sesuai dengan keinginan masing-masing. Para peziarah ini
datang bukan hanya dari Purbalingga tetapi ada juga yang datang dari luar
daerah bahkan pernah ada yang datang dari luar Jawa.
10. makam Puspa Jaga
terletak
didepan pendopo Desa Onje, sekaligus pendopo tersebut diberi nama pendopo Puspa
Jaga. Tokoh ini merupakan salah satu tokoh yang sangat berjasa pada masa
Kadipaten Onje, beliau adalah pengawal Ki Tepus Rumput sewaktu memboyong selir
raja Hadiwijaya ke Onje. Setelah menjadi Adipati Onje I, Ki Tepus Rumput dalam
melaksanakan tugas-tugasnya dibantu oleh Puspa Jaga, bahkan sampai masa Adipati
Onje II Puspa Jaga pun masih dipercaya untuk membantu menjalankan roda
pemerintahan.
11. Makam Mbah Singayuda
Ditempat
inilah tokoh pejuang yang melawan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda
dimakamkan. Mbah Singayuda menurut kisahnya merupakan salah satu lascar bahkan
menjadi senopati dari Pangeran Diponegoro yang bertugas untuk wilayah Banyumas.
Tempat ini memang masih jarang dikunjungi oleh para peziarah. Lokasi makam Mbah
Singayuda berada di Dusun III yang berdekatan dengan sungai Soso dan sungai
Klawing. Dari Pendopo Puspa Jaga sekitar 300 m kearah timur.
7.
Masjid
Raden Sayyid Kuning
1.
Awal
berdiri
Salah
satu bukti sejarah yang sampai sekarang terjaga dan terpelihara adalah Masjid
Onje. Masjid ini merupakan masjid kebanggan masyarakat Desa Onje. Diceritakan
bahwa pada waktu itu Onje belum ada atau belum bernama Onje, masih dalam
kondisi alas (hutan) gung liwang-liwung. Datanglah seorang pengelana yang
bernama Syaikh Samsudin. Beliau adalah utusan raja dari Negara Arab untuk
datang ketanah Jawa, karena di tanah Jawa sedang terkena pageblug (wabah). Syaikh Samsudin singgah di suatu tempat yang
sekarang bernama Onje, beliau istirahat untuk melaksanakan shalat, tempat untuk
shalat itu adalah sebuah batu. Ditempat batu inilah yang kemudian berdiri
sebuah masjid. Batu tersebut sekarang tersimpan dibawah lantai keramik tepatnya
di bawah mimbar Masjid Raden Sayyid Kuning. Meskipun tidak atau belum ada
catatan sejarah namun cerita turun-temurun ini tetap ada dan berkembang di
masyarakat Onje. Bahkan sebagian besar percaya kebenaranya dan narasumber
menceritakan bahwa peristiw itu terjadi pada sekitar abad ke-14 M.
Pada
waktu itu menurut (M. Maksudi) ada wali singgah di plataran jojok telu. Mereka
mengadakan suatu musyawarah, selanjutnya mendatangi sebuah tempat yang sekarang
menjadi perempatan masjid. Kemudian menuju kea rah barat dan disitulah terdapat
batu yang dapat dipakai untuk shalat. Seusai melaksanakan shalat mereka
mendirikan sebuah bangunan yang berbentuk masjid. Belum keseluruhan bangunan
itu selesai mereka meninggalkan tempat itu.
2.
Raden
Sayyid Kuning
Mengenai
tokoh Raden Sayyid Kuning ini penulis memang penuh hati-hati dalam
menuliskannya karena dalam naskah Babad Onje nama Sayyid Kuning tidak
disebutkan hanya Ngabdullah Ing Onje
sebagai penghulu di Onje. Diceritakan pada masa Kadipaten Onje dengan Adipati
Anykrapati sebagai Adipatinya. Bangunan peninggalan wali yang berbentuk masjid
diperbaiki atau dipugar. Kayu yang dipakai adalah kayu jati yang berasal dari
jati wangi.
Sebagai
seorang Adipati, Adipati Anykrapati melengkapi tugas pemerintahanya dibidang
keagamaan, yaitu mengangkat Ngabdullah Syarif sebagai pengulu kadipaten.
Ngbdullah Syarif adalah seorang ulama besar yang berasal dari Cirebon. Selain
sebagai pengulu beliau juga merupakan Imam Masjid Onje yang mengelola dan
mengurus masjid. Ngabdullah Syarif lebih dikenal dengan nama Raden Sayyid
Kuning. Nama tersebut dipakai setelah beliau menjadi kerabat Adipati Onje II.
Dengan memperistri putrinya yang bernama Kuningwati, putrid dari Kelingwati
istri Adipati Onje II yang berasal dari Kadipaten Pasir Luhur.
3.
Nama
Masjid Onje
Tahun
1940 waktu itu Onje sudah menjadi desa dibawah pemerintahan Bupati Purbalingga.
pada tahun inilah Masjid Onje untuk pertama kalinya direhab. Semenjak
diperbaiki pada masa kadipaten dan perdikan sampai dengan pemerintah Kabupaten
Purbalingga. pada saat itu Desa Onje dipimpin oleh seorang Penatus/Lurah/Kepala
Desa yang bernama Arsaredja. Di Desa Onje sampai dengan tahun 1980an hanya ada
satu masjid. Sampai pada tahun 1983 dibangun masjid lainnya, hal ini yang
menggugah para jama’ah dan pengurus masjid Onje untuk member nama masjid Onje.
Untuk pemberian nama masjid para pengurus bermusyawarah sekiranya nama apa yang
tepat untuk masjid tersebut.
Ada
beberapa usulan nama yang disampaikan pada saat musyawarah. Namun akhirnya
karena ada beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada kesepuhan, maka pengurus
dab beberapa perwakilan jama’ah sowan (berkunjung) ke tempat Habib Lutfi bin
Yahya di Pekalongan. Maka Habib Lutfi dan Yahya memberikan saran dan nasehatnya
yang kemudian diterima oleh pengurus masjid serta perwakilan jama’ah. Masjid
Onje diberi nama Raden Sayyid Kuning oleh Habib Lutfi, maka boleh dikatakan
bahwa pemberi nama untuk Masjid Onje adalah Habib Lutfi bin Yahya seorang ulama
besar yang berasal dari kota Pekalongan Jawa Tengah. Sejak itulah masjid yang
hanya dikenal dengan Masjid Onje dikenalkan dengan nama Raden Sayyid Kuning.
Nama tersebut mengandung makna tersendiri, terutama dengan sejarah keberadaan
masjid tersebut. Ada beberapa pendapat mengenai nama-nama Imam Masjid Onje.
Berikut
ini nama-nama Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, yang penulis peroleh dari
peraturan para narasumber dan sesepuh masjid, yaitu:
1. Raden
Sayyid Kuning/Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning.
2. Kyai
Samirudin.
3. Kyai
Ibrahim.
4. Kyai
Ilyas.
5. Kyai
Murmareja bin Mustahal.
6. Kyai
Murjani
7. Haji
Ibrahim
8. Kyai Sanrawi
9. Kyai
Masngadi tahun 1945-2007
10. Khotib
H.M. Soemarno tahun 1996-2007
11. Kyai
M. Maksudi.
4.
Aboge
Salah
satu warisan sejarah yang berkaitan dengan masjid Onje adalah Aboge, yaitu
perhitungan tahun dalam menentukan hari raya idul Fitri dan Idul Adha. Jadi
Aboge bukan suatu aliran dalam agama islam. Menurut para narasumber bahwa
perhitungan tahun aboge ada sejak zaman Sunan Kalijaga yang diteruskan oleh
Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning dan hingga sekarang masih ada, digunakan serta
dilestarikan.
Kata
aboge diambil dari kata Alif, Rebo Wage yang digabung atau disingkat untuk
memudahkan mengingat tahun. Alif merupakan hari pertama pada 1 Muharram. Ada
delapan nama tahun yang ada dalam penghitungan jawa. Delapan tahun disebut satu
windhu. Nama-nama tahun jawa yang penulis perolehan dari narasumber adalah
sebagai berikut:
1. Tahun
Alif ( )
2. Tahun
He/Ha ( )
3. Tahun
Jim Awal ( )
4. Tahun
Za ( )
5. Tahun
Dal ( )
6. Tahun
Ba ( )
7. Tahun
Wawu ( )
8. Tahun
Jim Akhir ( )
Menurut
Imam Masjid Raden Sayyid Kuning (M. Maksudi). Perhitungan untuk menentukan hari
raya berdasarkan tahun-tahun tersebut merupakan bentuk dari hisab. Dasar atau
dalil yang digunakan adalah Qur’an Surat Yunus ayat (5). Berikut ini table
penentuan hari raya (Idul Fitri) berdasarkan Tahun Jawa (Aboge):
No
|
Nama Tahun
|
Hari 1 Muhharam
|
Hari 1 Syawal
|
1.
|
Alif
|
Rebo Wage
|
Rebo Kliwon
|
2.
|
He
|
Ahad Pon
|
Ahad Wage
|
3.
|
Jim Awal
|
Jum’at Pon
|
Jum’at Wage
|
4.
|
Za
|
Selasa Paing
|
Selasa Pon
|
5.
|
Dal
|
Setu Legi
|
Setu Paing
|
6.
|
Ba
|
Kemis Legi
|
Kemis Paing
|
7.
|
Wawu
|
Senen Kliwon
|
Senen Manis
|
8.
|
Jim Akhir
|
Jum’at Wage
|
Jum’at Kliwon
|
Apabila
sudah sampai pada tahun Jim Akhir maka penghitungan kembali ke tahun Alif dan
begitu seterusnya. Untuk memudahkan dalam mengingat hari awal tahun maka dibuat
singkatan (akronim) sebagai berikut:
1. Tahun
Alif : disingkat A-bo-ge
2. Tahun
He/Ha : disingkat He-had-pon
3. Tahun
Jim Awal : disingkat Ja-ngah-pon
4. Tahun
Za : disingkat Za-sa-ing
5. Tahun
Dal : disingkat
Dal-tu-gi
6. Tahun
Ba : disingkat
Ba-mis-gi
7. Tahun
Wawu : disingkat Wa-nen-won
8. Tahun
Jim Akhir : disingkat Ja-ngah-he
Berikut
ini contoh dalam menentukan 1 syawal. Tahun 2010 M merupakan tahun Dal. Hari
pertama tahun Dal adalah Setu (Sabtu) Legi. Maka tahun 2010 M tanggal 1 Syawal
jatuh pada hari Setu (Sabtu) Paing.
Sedangkan
untuk menentukan hari pertama tiap-tiap bulan tahun Jawa adalah sebagai
berikut:
1.
muharram ke-1 pasaran ke-1 : 1
Muharram
2.
sofar pasaran ke-1 :
1 Sofar, hari ke-3
3.
robiul awal ke-4 pasaran ke-5 : 1
Robiul awal
4.
robiul akhir ke-6 pasaran ke-5 : 1
Rabiul akhir
5.
jumadil awal ke-7 pasaran ke-4 : 1
Jumadil awal
6.
jumadil akhir ke-2 pasaran ke-4 :1
Jumadil akhir
7.
rojab pasaran ke-3 :
1 Rojab hari ke-3
8.
sya’ban pasaran ke-3 :
1 Sya’ban hari ke-5
9.
romadhon ke-6 pasaran ke-2 : 1
Romadhon
10.
syawal pasaran ke-2 :
1 Syawal
11.
dzulqoidah ke-2 pasaran ke-1 : 1
Dzulqoidah
12.
dzulhijah ke-4 pasaran ke-1 : 1
Dzulhijjah
Agar
memudahkan dalam mengingat maka dibuatlah singkatan-singkatan sebagai berikut:
1. Muharram : Rom-ji-ro
2. Sofar : Far-lu-ji
3. Robiul
awal : Nguwal-pat-ma
4. Robiul
akhir : Nguwir-nem-ma
5. Jumadil
awal : Diwal-tu-pat
6. Jumadil
akhir : Dikhi-ro-pat
7. Rojab : Jab-lu-lu
8. Sya’ban : Ban-ma-lu
9. Romadhon : Dom-nem-ro
10. Syawal : Wal-ji-ro
11. Dzulqoidah : Dah-ro-ji
12. Dzulhijah : Jah-pat-ji
Hari
(ke-) dan pasaran (ke-) dihitung dari hari awal tahun dan pasarannya.
Itulah
hasil cipta, karsa dan rasa nenek moyang yang ada di Desa Onje. Terlepas dari
unsure-unsur benar-salah maka itulah yang ada dan telah digunakan secara turun
temurun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar